Rabu, 04 April 2012

(Kisahku 1): Kemauan Kuat


            Pembaca yang budiman...masa kecil yang aku lalui di Jakarta Barat yang ketika itu masih tempat "jin buang anak" (alias masih banyak pohon besar dan pohon-poon kelapa yang tinggi-tinggi) adalah bahwa aku ketika kecil Alhamdulillah sudah mempunyai kemauan kuat. Kemauan kuat ini muncul pertama kali ketika aku berusia 2 tahun. Saat itu hari siang, dirumah kontrakan, aku dan Umi duduk-duduk di dapur. Saat itu Umi nggak punya uang untuk belanja. Ayah ngajar di SMP 63 Jakarta sebagai tenaga honorer, dan hari itu Ayah tidak punya uang untuk di tinggalkan kepada Umi.
            Siang itu kami merasa lapar. Di rumah kontrakan sebelah tinggal Ibu Aziz. Aziz adalah anaknya yang berusia 20 tahun, dan Umi memanggilnya Ibu Aziz. Ibu Aziz siang itu menggoreng ikan teri dan kacang. Baunya sangat semerbak memasuki dapur kami. Aku dan Umi merasa bertambah lapar.
            Agaknya Ibu Aziz tahu bahwa kami tak masak siang itu. Karena sebentar kemudian ia mengetuk dinding bilik bambu yang membatasi dapur kami. Melaui bolongan kecil di bilik bambu, Ibu Aziz memberikan ikan teri dan kacang yang sedang digorengnya.
            Saat itulah aku pertama kali merasakan tidak enaknya menjadi orang tak punya. Walau masih berumur dua tahun ketika itu, aku telah bertekad akan menjadi orang yang berada ketika besar nanti. Aneh memang, aku masih berumur dua tahun, namun keinginan kuat untuk menjadi orang berada tertanam dalam jiwaku.
            Kemauan kuat ini makin hari makin bertambah seiring dengan keadaan susah kedua orang tua ku. Ketika aku TK (Taman Kanak-kanak) aku juga mengalami kembali lecutan kemauan kuat itu. Ayah dan Umi ku adalah orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Mereka tahu pentingnya pendidikan. Maka walaupun Ayahku masih berstatus guru honorer, belum guru tetap, Ayah memasukkan aku ke sekolah Taman Kanak-Kanak Perniagaan di dekat SMPN 63 di daerah Pasar Pagi di Jakarta Barat. Di TK itu aku bertiga adalah anak-anak yang berkulit gelap, sisanya yang sebagian besar itu adalah anak-anak keturunan Tionghoa. Aku merasa terkucil, tapi mungkin berada dalam lingkungan asing ini memang merupakan nasib sepanjang sebagian besar jalan hidupku, terbukti nanti ketika aku dapat beasiswa kuliah di Belanda dan kemudian kuliah master di Jepang.
            Nah kemauan kuatku yang muncul keduakalinya adalah ketika di TK itu. Begini,  aku hanya mempunyai dua celana pendek dan dua baju untuk sekolah. Sialnya, suatu hari celana pendek yang aku pakai itu sudah lusuh dan sudah robek sebagian. Pagi itu aku pakai lagi celana yang sudah setengah robek itu. Di sekolah, karena aku berlari-lari, maka robek penuhlah celana pendek itu. Celana pendek itu berubah menjadi rok. Malu sekali aku waktu itu. Anak-anak TK masuk jam 7 dan pulang jam 9 pagi. Setelah sekolah TK usai jam 9, aku belum bisa pulang. Karena jarak sekolah dan rumah di Jelambar adalah 7 kilometer. Maka aku harus menunggu Da Ujang untuk bersama pulang ke rumah, kakak sepupuku yang sekolah di SMA 19, masih dikawasan SMP 63 dan TK Perniagaan itu. Maka menderitalah aku selama menunggu dari jam 9 pagi sampai jam 12, sampai usai belajar sekolah SMA Kakak Sepupuku itu. Aku sekarang memakai rok, bukan celana pendek. Maka aku duduk didekat Penjaga Sekolah sambil menutupi celanaku agar tak terlihat orang. Pada saat itulah aku bertekad kuat untuk kedua kalinya, kalau besar nanti aku akan menjadi orang yang berada dan sukses.

            Kemauan kuat dari pengalaman kecil yang lalu itu dari hari bertambah hari, bulan bertambah bulan makin subur. Kemauan kuat itu pada suatu hari mendapat "ke-kekalan-nya" ketika aku berumur 5 tahun, yaitu ketika Umi mengajakku main catur yang baru di beli Ayah. Umi mengajariku main catur, mengajariku cara-cara menggerakkan bidak catur. Alhamdulillah begitu main setelah diajari Umi langkah-langkahnya, aku langsung bisa mengalahkan Umi dalam main catur itu.
            Sejak itu aku suka main catur. Aku bermain catur dengan teman-teman ku. Dan Alhamdulillah aku selalu menang. Bahkan teman-temanku yang lebih besar, yang sudah SD maupun SMP (aku masih TK) dapat kukalahkan. Begitulah semakin lama semakin banyak yang menantang aku main catur, dan Alhamdulillah aku dapat mengalahkan mereka. Sehingga terkenallah aku sampai ke daerah-daerah lain se-Kelurahan Jelambar di Jakarta Barat itu. Bahkan ada seorang Bapak yang yakin aku tidak bisa mengalahkannya. Maka ia mengajak aku main catur dengan "poor" menteri, ia bermain catur tanpa menteri. Namun aku dapat mengalahkannya. Ia kaget. Lalu mengajakku main lagi, kali ini dengan lengkap dengan menteri. Namun alangkah kecewanya ia, karena kali inipun ia kalah lagi.
            Setelah aku kelas tiga SD, aku diajak Pak RT sebagai salah seorang team catur RT dalam rangka perayaan Tujuh Belas Agustus-an, perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia di lingkungan RW. Alhamdulillah aku menang melawan orang-orang yang lebih tua dalam pertandingan catur ini.
            Demikianlah aku dengan hobiku main catur ini, menang sampai SMP dan SMA. Hanya ketika kuliah di Delft aku mengurang main catur ini, main hanya terbatas dilingkungan teman-teman saja. Dan akhirnya berhenti ketika aku kerja di Instansi Pemerintah pada tahun 1997. Kenapa? Seiring dengan bertambahnya usia, Alhamdulillah aku semakin banyak membaca buku Agama Islam. Ternyata kudapati dalam ajaran Islam bahwa kita disuruh saling menyayangi antara sesama makhluk Allah, antara sesama manusia. Maka aku menghadapi dilema ketika main catur. Karena: jika aku menang, maka aku menjadi tak enak hati dengan orang yang aku kalahkan, karena pasti ia kecewa. Padahal telah tumbuh dalam hatiku rasa kasih sayang dan mencintai sesama manusia seperti yang disuruh oleh ajaran Agama. Sedang kalau aku kalah, maka aku juga jadi nggak enak sendiri. Disamping itu juga main catur menghabiskan waktu banyak, sehingga mengurangi waktu untuk beribadah atau mengerjakan pekerjaan lain. Maka sejak tahun 1997 aku tidak main catur lagi, hanya terbatas dengan kakak iparku saja yang memang sangat hobi bermain catur.
            Tetapi tahukah pembaca yang budiman apa yang terutama yang diberikan permainan catur kepada ku? Yaitu kemauan kuat untuk menang. Catur mendidikku bermental juara. Catur membuatku selalu ingin menang dalam setiap permainan, ya dalam setiap permaianan anak-anak lainnya, seperti main kelereng, main dampu, main karambol, pingpong dan lainnya. Karena adanya kemauan kuat untuk menang ini, aku memang jadi benar-benar menang dalam kebanyakan permainan itu. Dan Alhamdulillah ini juga terbawa dalam belajar di sekolah. Aku jadi selalu ingin juara kelas atau juara umum di sekolah. Dan Alhamdulillah aku benar-benar juara di sekolah.
            Dan mental juara ini ternyata membawa berkah bagiku. Aku jadi dipilih sebagai peserta acara CEPAT TEPAT di TVRI waktu SMP (tahun 1982) walaupun sebagai pendamping, karena waktu itu aku kelas I sedang ketua regu ku kelas II. Alhamdulillah, walaupun hanya sampai semi final. Hadiah dari TVRI sangat memuaskan yaitu sekotak komplit jangka berbagai ukuran merek terkenal dan sebuah tas sekolah dari merek yang sangat mahal waktu itu.
            Dan Alhamdulillah kemudian ketika aku SMA, karena prestasi sekolahku bagus, aku menerima beasiswa dari Pemerintah melalui sekolah. Dan sekolahku kemudian mencalonkan aku masuk Universitas Indonesia (UI) melalui jalur PMDK (Penelurusan Minat Dan Kemauan), dan Alhamdulillah aku diterima di UI tanpa tes. Dan karunia Allah yang lebih besar lagi aku terima yaitu, aku diikutsertakan sekolahku, SMA 78, dalam tes untuk mendapat beasiswa Pemerintah melalui Menristek (yang waktu itu adalah Bapak Habibie) untuk belajar diluar negeri. Alhamdulillah aku di terima, dan bersama 75 siswa yang lain pada bulan April 1987 berangkat menuntut ilmu kuliah di Negeri Kincir Angin, negeri Belanda.
            Dua tahun pertama kuliah di Belanda, di kota Delft, kulalui dengan indah dan penuh semangat serta opimisme yang tinggi. Kemauan kuat ku masih terpelihara. Sementara ada rekanku yang pesimis dan cemas bila menghadapi ujian, aku tetap semangat tanpa ada perasaan takut atau perasaan negatif lainnya. Benar-benar lagi "top-top" nya aku waktu itu. Tinggal di luar negeri, kuliah dengan bule dan dapat uang saku beasiswa yang banyak. Benar-benar serasa di surga ibaratnya....
            Namun datanglah masa itu. Masa dimana skizofrenia menyerang. Tahun itu tahun 1989 dibulan Nopember. Setelah bekerja keras 3 bulan mengendap dikamar mempersiapkan ujian kenaikan tingkat yang Alhamdulillah berhasil kulalui, aku bukannya beristirahat tapi malah baca buku filsafat Agama. Maka inilah pemicuku menderita sakit skizofrenia. Usiaku tahun 1989 itu adalah 22 tahun. Memang skizofrenia biasanya menyerang di usia 20-25 tahun, terlebih yang karena faktor keturunan. Aku dirawat di Delft dan kemudian diteruskan di rawat di Jakarta.
            Alhamdulillah beberapa pekan kemudian aku sembuh, tanpa perlu makan obat lagi. Aku kemudian cuti kuliah setahun di Indonesia. Awal tahun 1991 aku kembali ke Belanda. Namun pertengahan tahun 1991 dan pertengahan 1992 aku sakit lagi. Mulai pertengahan 1992 itu aku di vonis harus makan obat selalu seumur hidup.
            Pembaca yang budiman, obat yang aku minum adalah tiga kali dalam sehari. Ini membuatku ngantuk sekali. Namun aku patuh pada perintah dokter. Enam bulan sejak 1992, kuliahku di Belanda mengalami penurunan prestasi, karena aku sulit berkonsentrasi disebabkan pengaruh obat ini. Hal lain yang juga menjadi penyebab adalah setahun ini aku hidup seorang diri di apartemen, berlainan dengan masa dua tahun pertama di Belanda yang aku lalui dengan mengontrak rumah bersama empat teman dari Indonesia yang lain.  
            Setelah mengalami kemunduran dalam belajar itu, aku berpikir, apakah aku akan begini selamanya? Jika seperti ini berlanjut, hal ini berbahaya bagi hidupku. Aku bakalan drop out dari kuliah. Aku bakalan susah mencari nafkah nanti. Aku harus berubah. Maka aku mengingat kesuksesanku-kesuksesanku sebelum-sebelum ini. Maka aku teringat bahwa ketika masih balita, SD, SMP, SMA dan dua tahun pertama di Belanda kuliah sukses, hal itu adalah karena aku mempunyai senjata, yaitu: Kemauan kuat. Wahai kemana dia sekarang. Dimana kemauan kuat ku itu? Kemudian aku sadar bahwa kemauan kuat ku hilang karena aku tak dapat berpikir yang disebabkan oleh obat skizofrenia yang harus aku minum selama hidup. Bagaimana ini, aku berpikir keras...
            Alhamdulillah kemudian aku berpikir, bahwa aku memang mengantuk dan sulit berkonsentrasi karena makan obat skizofrenia. Tapi mungkin aku bisa membeli obat suplemen yang dapat meningkatkan konsentrasi. Obat-obat atau supplemen seperti ini banyak dijual di toko obat . Nah kemudian mulailah aku mengkonsumsi obat peningkat konsentrasi. Ditambah juga dengan minum kopi untuk menghilangkan kantuk. Kemudian aku juga pindah dari kehidupan sendirian di apartemen, pindah mengontrak rumah lagi dengan tiga orang teman lain dari Indonesia.
            Alhamdulillah, dengan segala usaha ini, aku sedikit demi sedikit bisa berpikir dan berkonsentrasi kembali. Dengan dapatnya aku berkonsentrasi, kemauan kuat ku pun tumbuh kembali. Aku bertekad kuat, aku harus menyelesaikan studi ku di Belanda ini. Aku belajar dengan giat dan belajar dengan keras kembali. Alhamdulillah rumah yang aku kontrak bersama teman-temanku berada tak jauh dari Perpustakaan, baik Perpustakaan Kampus maupun Perpustakaan Umum. Maka aku dapat belajar sampai jam 23:00 malam hari, karena Perpustakaan kampus memang tutup sampai jam 23:00 malam. Alhamdulillah dengan kemauan kuat yang tumbuh kembali ini, pada pertengahan tahun 1995 aku berhasil mendapat gelar sarjana Teknik Kimia dari Belanda...Alhamdulillah...Alhamdulillahi Robbil 'Alamin... 

4 komentar:

  1. Wow..cerita yang menginspirasi...mohon gabung di Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia di FB pak...semangaat berbagi..:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih Mbak Tika...iya Mbak Tika, Insya Allah saya gabung di KPSI...makasih ya...

      Hapus
  2. kisah yg menginspirasi dan memotivasi,saya ODS dr NTB jd tergugah & bnyk blajar pd pengalaman anda, bgaimana utk terus survive menghadapi skizoprenia yg kerap datang tak disangka,,nice share,,tulis yg bxk mas,,trimakasih

    BalasHapus
  3. sekarang saya sedang mengidap skizofrenia pak,...dan oleh dr. pun saya diharuskan minum obat seumur hidup dan saya juga ngantuk terus. ingatan saya terus kembali mengajak ke masa silamdan kacau balau tidak bisa konsentrasi dan tidak bisa berfikir. sekarang saya mencari kesibukan dengan ikut suami saya kerja dan dengan terpaksa anak2 diambil alih oleh orang tua saya. mohon nasehat dari bapak,..karena saya merasa hati saya selalu berbicara dan otak saya selalu mengingat hal2 yang telah lalu.
    bahkan dibuat sholat dan berdzikirpun tidak bisa konsentrasi. ini bermula sejak kepindahan saya di rumah baru yang terlalu sepi danlingkungan yang tidak nyaman bagi saya. Suami saya ajak pindah dan menjual rumah itu tidak mau. karena saya mau beraktifitas kemana-mana jauh.

    BalasHapus