Pembaca
yang budiman...masa kecil yang aku lalui di Jakarta Barat yang ketika itu masih
tempat "jin buang anak" (alias masih banyak pohon besar dan
pohon-poon kelapa yang tinggi-tinggi) adalah bahwa aku ketika kecil
Alhamdulillah sudah mempunyai kemauan kuat. Kemauan kuat ini muncul pertama
kali ketika aku berusia 2 tahun. Saat itu hari siang, dirumah kontrakan, aku
dan Umi duduk-duduk di dapur. Saat itu Umi nggak punya uang untuk belanja. Ayah
ngajar di SMP 63 Jakarta sebagai tenaga honorer, dan hari itu Ayah tidak punya
uang untuk di tinggalkan kepada Umi.
Siang itu kami merasa lapar. Di rumah kontrakan sebelah tinggal Ibu
Aziz. Aziz adalah anaknya yang berusia 20 tahun, dan Umi memanggilnya Ibu Aziz.
Ibu Aziz siang itu menggoreng ikan teri dan kacang. Baunya sangat semerbak
memasuki dapur kami. Aku dan Umi merasa bertambah lapar.
Agaknya Ibu Aziz tahu
bahwa kami tak masak siang itu. Karena sebentar kemudian ia mengetuk dinding
bilik bambu yang membatasi dapur kami. Melaui bolongan kecil di bilik bambu,
Ibu Aziz memberikan ikan teri dan kacang yang sedang digorengnya.
Saat itulah aku pertama
kali merasakan tidak enaknya menjadi orang tak punya. Walau masih berumur dua
tahun ketika itu, aku telah bertekad akan menjadi orang yang berada ketika
besar nanti. Aneh memang, aku masih berumur dua tahun, namun keinginan kuat
untuk menjadi orang berada tertanam dalam jiwaku.
Kemauan kuat ini makin
hari makin bertambah seiring dengan keadaan susah kedua orang tua ku. Ketika
aku TK (Taman Kanak-kanak) aku juga mengalami kembali lecutan kemauan kuat itu.
Ayah dan Umi ku adalah orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Mereka
tahu pentingnya pendidikan. Maka walaupun Ayahku masih berstatus guru honorer,
belum guru tetap, Ayah memasukkan aku ke sekolah Taman Kanak-Kanak Perniagaan
di dekat SMPN 63 di daerah Pasar Pagi di Jakarta Barat. Di TK itu aku bertiga adalah
anak-anak yang berkulit gelap, sisanya yang sebagian besar itu adalah anak-anak
keturunan Tionghoa. Aku merasa terkucil, tapi mungkin berada dalam lingkungan
asing ini memang merupakan nasib sepanjang sebagian besar jalan hidupku,
terbukti nanti ketika aku dapat beasiswa kuliah di Belanda dan kemudian kuliah
master di Jepang.
Nah kemauan kuatku yang
muncul keduakalinya adalah ketika di TK itu. Begini, aku hanya mempunyai dua celana pendek dan dua
baju untuk sekolah. Sialnya, suatu hari celana pendek yang aku pakai itu sudah
lusuh dan sudah robek sebagian. Pagi itu aku pakai lagi celana yang sudah setengah
robek itu. Di sekolah, karena aku berlari-lari, maka robek penuhlah celana
pendek itu. Celana pendek itu berubah menjadi rok. Malu sekali aku waktu itu.
Anak-anak TK masuk jam 7 dan pulang jam 9 pagi. Setelah sekolah TK usai jam 9,
aku belum bisa pulang. Karena jarak sekolah dan rumah di Jelambar adalah 7
kilometer. Maka aku harus menunggu Da Ujang untuk bersama pulang ke rumah,
kakak sepupuku yang sekolah di SMA 19, masih dikawasan SMP 63 dan TK Perniagaan
itu. Maka menderitalah aku selama menunggu dari jam 9 pagi sampai jam 12,
sampai usai belajar sekolah SMA Kakak Sepupuku itu. Aku sekarang memakai rok,
bukan celana pendek. Maka aku duduk didekat Penjaga Sekolah sambil menutupi
celanaku agar tak terlihat orang. Pada saat itulah aku bertekad kuat untuk
kedua kalinya, kalau besar nanti aku akan menjadi orang yang berada dan sukses.
Kemauan kuat dari
pengalaman kecil yang lalu itu dari hari bertambah hari, bulan bertambah bulan makin
subur. Kemauan kuat itu pada suatu hari mendapat "ke-kekalan-nya"
ketika aku berumur 5 tahun, yaitu ketika Umi mengajakku main catur yang baru di
beli Ayah. Umi mengajariku
main catur, mengajariku cara-cara menggerakkan bidak catur. Alhamdulillah
begitu main setelah diajari Umi langkah-langkahnya, aku langsung bisa
mengalahkan Umi dalam main catur itu.
Sejak itu aku suka
main catur. Aku bermain catur dengan
teman-teman ku. Dan Alhamdulillah aku selalu menang. Bahkan teman-temanku yang
lebih besar, yang sudah SD maupun SMP (aku masih TK) dapat kukalahkan.
Begitulah semakin lama semakin banyak yang menantang aku main catur, dan
Alhamdulillah aku dapat mengalahkan mereka. Sehingga terkenallah aku sampai ke
daerah-daerah lain se-Kelurahan Jelambar di Jakarta Barat itu. Bahkan ada
seorang Bapak yang yakin aku tidak bisa mengalahkannya. Maka ia mengajak aku
main catur dengan "poor" menteri, ia bermain catur tanpa menteri.
Namun aku dapat mengalahkannya. Ia kaget. Lalu mengajakku main lagi, kali ini
dengan lengkap dengan menteri. Namun alangkah kecewanya ia, karena kali inipun
ia kalah lagi.
Setelah aku kelas tiga SD,
aku diajak Pak RT sebagai salah seorang team catur RT dalam rangka perayaan
Tujuh Belas Agustus-an, perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia di
lingkungan RW. Alhamdulillah aku menang melawan orang-orang yang lebih tua
dalam pertandingan catur ini.
Demikianlah aku dengan
hobiku main catur ini, menang sampai SMP dan SMA. Hanya ketika kuliah di Delft
aku mengurang main catur ini, main hanya terbatas dilingkungan teman-teman
saja. Dan akhirnya berhenti ketika aku kerja di Instansi Pemerintah pada tahun
1997. Kenapa? Seiring dengan bertambahnya usia, Alhamdulillah aku semakin
banyak membaca buku Agama Islam. Ternyata kudapati dalam ajaran Islam bahwa
kita disuruh saling menyayangi antara sesama makhluk Allah, antara sesama
manusia. Maka aku menghadapi dilema ketika main catur. Karena: jika aku menang,
maka aku menjadi tak enak hati dengan orang yang aku kalahkan, karena pasti ia
kecewa. Padahal telah tumbuh dalam hatiku rasa kasih sayang dan mencintai
sesama manusia seperti yang disuruh oleh ajaran Agama. Sedang kalau aku kalah,
maka aku juga jadi nggak enak sendiri. Disamping itu juga main catur
menghabiskan waktu banyak, sehingga mengurangi waktu untuk beribadah atau
mengerjakan pekerjaan lain. Maka sejak tahun 1997 aku tidak main catur lagi, hanya
terbatas dengan kakak iparku saja yang memang sangat hobi bermain catur.
Tetapi tahukah pembaca
yang budiman apa yang terutama yang diberikan permainan catur kepada ku? Yaitu
kemauan kuat untuk menang. Catur mendidikku bermental juara. Catur membuatku
selalu ingin menang dalam setiap permainan, ya dalam setiap permaianan
anak-anak lainnya, seperti main kelereng, main dampu, main karambol, pingpong
dan lainnya. Karena adanya kemauan kuat untuk menang ini, aku memang jadi
benar-benar menang dalam kebanyakan permainan itu. Dan Alhamdulillah ini juga
terbawa dalam belajar di sekolah. Aku jadi selalu ingin juara kelas atau juara
umum di sekolah. Dan Alhamdulillah aku benar-benar juara di sekolah.
Dan mental juara ini ternyata membawa berkah
bagiku. Aku jadi dipilih sebagai peserta acara CEPAT TEPAT di TVRI waktu SMP
(tahun 1982) walaupun sebagai pendamping, karena waktu itu aku kelas I sedang
ketua regu ku kelas II. Alhamdulillah, walaupun hanya sampai semi final. Hadiah
dari TVRI sangat memuaskan yaitu sekotak komplit jangka berbagai ukuran merek
terkenal dan sebuah tas sekolah dari merek yang sangat mahal waktu itu.
Dan Alhamdulillah kemudian
ketika aku SMA, karena prestasi sekolahku bagus, aku menerima beasiswa dari
Pemerintah melalui sekolah. Dan sekolahku kemudian mencalonkan aku masuk
Universitas Indonesia (UI) melalui jalur PMDK (Penelurusan Minat Dan Kemauan),
dan Alhamdulillah aku diterima di UI tanpa tes. Dan karunia Allah yang lebih
besar lagi aku terima yaitu, aku diikutsertakan sekolahku, SMA 78, dalam tes
untuk mendapat beasiswa Pemerintah melalui Menristek (yang waktu itu adalah
Bapak Habibie) untuk belajar diluar negeri. Alhamdulillah aku di terima, dan
bersama 75 siswa yang lain pada bulan April 1987 berangkat menuntut ilmu kuliah
di Negeri Kincir Angin, negeri Belanda.
Dua tahun pertama kuliah
di Belanda, di kota Delft, kulalui dengan indah dan penuh semangat serta
opimisme yang tinggi. Kemauan kuat ku masih terpelihara. Sementara ada rekanku
yang pesimis dan cemas bila menghadapi ujian, aku tetap semangat tanpa ada
perasaan takut atau perasaan negatif lainnya. Benar-benar lagi
"top-top" nya aku waktu itu. Tinggal di luar negeri, kuliah dengan
bule dan dapat uang saku beasiswa yang banyak. Benar-benar serasa di surga
ibaratnya....
Namun datanglah masa itu.
Masa dimana skizofrenia menyerang. Tahun itu tahun 1989 dibulan Nopember.
Setelah bekerja keras 3 bulan mengendap dikamar mempersiapkan ujian kenaikan
tingkat yang Alhamdulillah berhasil kulalui, aku bukannya beristirahat tapi
malah baca buku filsafat Agama. Maka inilah pemicuku menderita sakit
skizofrenia. Usiaku tahun 1989 itu adalah 22 tahun. Memang skizofrenia biasanya
menyerang di usia 20-25 tahun, terlebih yang karena faktor keturunan. Aku
dirawat di Delft dan kemudian diteruskan di rawat di Jakarta.
Alhamdulillah beberapa
pekan kemudian aku sembuh, tanpa perlu makan obat lagi. Aku kemudian cuti
kuliah setahun di Indonesia. Awal tahun 1991 aku kembali ke Belanda. Namun
pertengahan tahun 1991 dan pertengahan 1992 aku sakit lagi. Mulai pertengahan
1992 itu aku di vonis harus makan obat selalu seumur hidup.
Pembaca yang budiman, obat
yang aku minum adalah tiga kali dalam sehari. Ini membuatku ngantuk sekali.
Namun aku patuh pada perintah dokter. Enam bulan sejak 1992, kuliahku di
Belanda mengalami penurunan prestasi, karena aku sulit berkonsentrasi disebabkan
pengaruh obat ini. Hal lain yang juga menjadi penyebab adalah setahun ini aku
hidup seorang diri di apartemen, berlainan dengan masa dua tahun pertama di
Belanda yang aku lalui dengan mengontrak rumah bersama empat teman dari
Indonesia yang lain.
Setelah mengalami
kemunduran dalam belajar itu, aku berpikir, apakah aku akan begini selamanya?
Jika seperti ini berlanjut, hal ini berbahaya bagi hidupku. Aku bakalan drop
out dari kuliah. Aku bakalan susah mencari nafkah nanti. Aku harus berubah.
Maka aku mengingat kesuksesanku-kesuksesanku sebelum-sebelum ini. Maka aku
teringat bahwa ketika masih balita, SD, SMP, SMA dan dua tahun pertama di
Belanda kuliah sukses, hal itu adalah karena aku mempunyai senjata, yaitu:
Kemauan kuat. Wahai kemana dia sekarang. Dimana kemauan kuat ku itu? Kemudian
aku sadar bahwa kemauan kuat ku hilang karena aku tak dapat berpikir yang
disebabkan oleh obat skizofrenia yang harus aku minum selama hidup. Bagaimana
ini, aku berpikir keras...
Alhamdulillah kemudian aku
berpikir, bahwa aku memang mengantuk dan sulit berkonsentrasi karena makan obat
skizofrenia. Tapi mungkin aku bisa membeli obat suplemen yang dapat
meningkatkan konsentrasi. Obat-obat atau supplemen seperti ini banyak dijual di
toko obat . Nah kemudian mulailah aku mengkonsumsi obat peningkat konsentrasi.
Ditambah juga dengan minum kopi untuk menghilangkan kantuk. Kemudian aku juga
pindah dari kehidupan sendirian di apartemen, pindah mengontrak rumah lagi
dengan tiga orang teman lain dari Indonesia.
Alhamdulillah, dengan
segala usaha ini, aku sedikit demi sedikit bisa berpikir dan berkonsentrasi kembali.
Dengan dapatnya aku berkonsentrasi, kemauan kuat ku pun tumbuh kembali. Aku bertekad kuat, aku harus menyelesaikan
studi ku di Belanda ini. Aku belajar dengan giat dan belajar dengan keras
kembali. Alhamdulillah rumah yang aku kontrak bersama teman-temanku berada tak
jauh dari Perpustakaan, baik Perpustakaan Kampus maupun Perpustakaan Umum. Maka
aku dapat belajar sampai jam 23:00 malam hari, karena Perpustakaan kampus
memang tutup sampai jam 23:00 malam. Alhamdulillah dengan kemauan kuat yang
tumbuh kembali ini, pada pertengahan tahun 1995 aku berhasil mendapat gelar
sarjana Teknik Kimia dari Belanda...Alhamdulillah...Alhamdulillahi Robbil
'Alamin...
Wow..cerita yang menginspirasi...mohon gabung di Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia di FB pak...semangaat berbagi..:)
BalasHapusMakasih Mbak Tika...iya Mbak Tika, Insya Allah saya gabung di KPSI...makasih ya...
Hapuskisah yg menginspirasi dan memotivasi,saya ODS dr NTB jd tergugah & bnyk blajar pd pengalaman anda, bgaimana utk terus survive menghadapi skizoprenia yg kerap datang tak disangka,,nice share,,tulis yg bxk mas,,trimakasih
BalasHapussekarang saya sedang mengidap skizofrenia pak,...dan oleh dr. pun saya diharuskan minum obat seumur hidup dan saya juga ngantuk terus. ingatan saya terus kembali mengajak ke masa silamdan kacau balau tidak bisa konsentrasi dan tidak bisa berfikir. sekarang saya mencari kesibukan dengan ikut suami saya kerja dan dengan terpaksa anak2 diambil alih oleh orang tua saya. mohon nasehat dari bapak,..karena saya merasa hati saya selalu berbicara dan otak saya selalu mengingat hal2 yang telah lalu.
BalasHapusbahkan dibuat sholat dan berdzikirpun tidak bisa konsentrasi. ini bermula sejak kepindahan saya di rumah baru yang terlalu sepi danlingkungan yang tidak nyaman bagi saya. Suami saya ajak pindah dan menjual rumah itu tidak mau. karena saya mau beraktifitas kemana-mana jauh.